Jumat, 25 Januari 2019

Asas-Asas Pemilu Indonesia

Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia Menganut Beberapa Asas

asas asas pemilu, luberjurdil,pemilu,kampanye,pidato kampanye,kpps,tps,dpt,kotak suara,konstituen,relawan,politik

Pemilu adalah salah satu ciri khas yang selalu ada dalam negara demokrasi. Dalam mewujudkan pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, pemilu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya kecurangan yang dapat menimbulkan perselisihan.

Pemilihan umum adalah sebuah proses pemilihan pemimpin dalam suatu wilayah tertetu dalam masa jabatan tertentu pula. Pemilu yang umum  dilakukan seperti pemilihan presiden, gubernur, bupati, dan pemilihan wakil rakyat legisatif.  Pemilihan umum diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat yang sebenar-benarnya serta dalam rangka memperkuat sistem pemerintahan demokrasi yang dianut oleh negara. Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara langsung, oleh karena itu, diperlukan cara untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan mewakili  suara rakyat yang berada di bawah dalam menjalankan roda pemerintahan suatu negara selama jangka waktu yang telah ditentukan.

Setelah amendemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 pada tahun 2002 pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres), yang pada awalnya dipilih oleh MPR, Kemudian disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu tahun 2004 silam.

Selain itu, UndangUndang Nomor 22 Tahun 2007 Pilkada (pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu yang dilakukan setiap 5 tahun sekali selama satu masa jabatan. Selain itu, pemilu juga dilakukan untuk memilih anggota legislatif.

Asas-Asas Pemilihan Umum di Indonesia
Dalam pelaksanaan pemilu yang partisipatif terdapat asas-asas pemilu yang harus dilaksanakan dengan optimal supaya pemilu berjalan dengan lancar berikut asas-asas pemilu di indonesia antara lain:

1. Langsung

    Pemilihan umum harus dilaksanakan secara langsung, tidak boleh diwakilkan. Hal ini dilakukan demi mengurangi resiko kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Pemilu berasaskan “langsung” juga berfungsi sebagai media edukasi politik partisipatif bagi masyarakat. Dengan adanya pemilu langsung ini dapat meminimalisir masyarakat supaya tidak golput/apatis. Pendidikan politik yang baik melalui pemilu dapat meningkatkan peran masyarakat dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis

2. Umum

    Pemilu bersifat umum, yaitu pemilihan umum dapat diikuti oleh seluruh warga negara yang telah memiliki hak menggunakan suara tanpa terkecuali. Semua warga negara yang hidup dalam lingkungan negara yang menganut sistem demokrasi pemilihanumum bukanlah hal yang tabu, oleh karena itu pemilhan umum dilaksanakan oleh seluruh warga negara yang telah memiliki hak pilih. Suara yang dimilikin oleh pemilih bersifat rahasia, artinya tidak boleh diumbar apalagi diumumkan kepada orang lain.

3. Bebas

    Dalam praktek sistem demokrasi dengan masyarakat yang partisipan, pemilihan umum dilaksanakan secara bebas. Dalam hal ini berarti, pemilu dilakukan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Pemilih bebas memilih calon pemimpin terbaik menurut mereka tanpa adanya intervensi dari orang lain. Hal ini merupakan hak yang sangat dilindungi dalam masyarakat demokrasi karena satu suara saja akan sangat berpengaruh dalam hasil pemilu.

4. Rahasia
    Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia dan tertutup dan tidak boleh diketahui oleh pihak manapun kecuali si pemilih itu sendiri. Pentingnya pemilu berasas rahasia adalah untuk menghindari konflik karena berbeda pendapat anatara pemilih satu dengan pemilih lain. Selain itu, pemilu bersifat privasi bagi seorang pemilih karena menentukan pilihan tidak boleh ada campur tangan dari siapa pun.

5.  Jujur

    Asas jujur dalam pemilu artinya bahwa pemilu yang baik dan berdasarkan demokrasi adalah dengan dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pemilih dalam pemilu benar-benar menggunakan hak suaranya dalam memilih pemimpin. Karena satu suara sangat menentukan hasil pemilu. Tanpa adanya asas “jujur” dalam pemilu, pesta demokrasi yang partisipatif tidak akan berjalan dengan baik.

6.  Adil

    Asas adil dalam pemilu adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih. Asas yang adil harus dilaksanakan sebaik-baiknya supaya tidak ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu. Asas yang adil ini tidak hanya unruk peserta pemilu dan pemilih, namun juga untuk penyelenggara pemilu.

Asas-Asas Pemilu Menentukan Ketertiban Jalannya Pemilihan Umum

Jika ke enam asas tersebut benar-benar berjalan dengan baik, maka penyelenggaraan pemilu pun akan berjalan dengan lancar. Sehingga pesta demokrasi yang di dambakan rakyat benar-benar terwujud demi membangun bangsa yang sejahtera adil dan makmur.

pemilu,kampanye,asas asas pemilu, 6 asas pemilu, luberjurdil,tps,dpt,kpps,bawaslu,panwaslu

Nah, dari beberapa penjelasan di atas kita dapat mengetahui mengenai asas Pemilu. Demikianlah asas-asas Pemilu yang sering di singkat (LUBERJURDIL). Sekian yang dapat kami sampaikan pada artikel kali ini, semoga dapat membantu anda dalam memberikan informasi.
Semoga bermanfaat

Sabtu, 19 Januari 2019

Hukum Tindak Pidana Penipuan Pasal 378 KUHP

Tindak Pidana Penipuan dan Bentuk-Bentuknya

hukum penipuan,tindak pidana penipuan, hukum tindak pidana penipuan,penipuan online,penipu nyasar,pasal penipuan,pasal 378 KUHP,bentuk penipuan
Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana atau kejahatan terhadap harta benda. Dalam arti yang luas tindak pidana ini sering disebut bedrog. Di dalam KUHP, bedrog diatur dalam bab XXV pasal 378 sampai dengan 395. Dalam rentang pasal-pasal tersebut, bedrog kemudian berubah menjadi bentuk-bentuk penipuan yang lebih khusus.Bentuk-Bentuk Penipuan, Unsur, dan Akibat Hukumnya

Adapun secara lebih detail, bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang tersaji dalam pembahasan berikut.

1. Penipuan Pokok
Menurut pasal 378 KUHP penipuan adalah barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, maupun dengan tipu daya, ataupun dengan rangkaian perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya menyerahkan barang atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulakan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur penipuan pokok tersebut dapat dirumuskan:
a. Unsur-unsur objektif:
1. perbuatan: menggerakkan atau membujuk;
2. yang digerakkan: orang
3. perbuatan tersebut bertujuan agar:
a) Orang lain menyerahkan suatu benda;
b) Orang lain memberi hutang; dan
c) Orang lain menghapuskan piutang.
4. Menggerakkan tersebut dengan memakai:
a) Nama palsu;
b) Tipu muslihat,
c) Martabat palsu; dan
d) Rangkaian kebohongan.
b. Unsur-unsur subjektif:
1. Dengan maksud (met het oogmerk);
2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
3. Dengan melawan hukum.

2. Penipuan Ringan
Penipuan ringan telah dirumuskan dalam pasal 379 KUHP yang berbunyi:
Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378 jika benda yang diserahkan itu bukan ternak dan harga dari benda, hutang atau piutang itu tidak lebih dari Rp. 250,00 dikenai sebagai penipuan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 900,00

Dalam masyarakat kita binatang ternak dianggap mempunyai nilai yang lebih khusus, sehingga mempunyai nilai sosial yang lebih tinggi dari binatang lainnya. Akan tetapi, apabila nilai binatang ternak tersebut kurang dari Rp. 250, 00,- maka bukan berarti penipuan ringan.
Adapun yang dimaksud hewan menurut pasal 101 yaitu:
- Binatang yang berkuku satu: kuda, keledai dan sebagainya.
- Binatang yang memamah biak: sapi, kerbau, kambing, biri-biri dan sebagainya.
Sedangkan harimau, anjing dan kucing bukan merupakan hewan yang dimaksud dalam pasal ini.

Unsur-unsur penipuan ringan adalah:
a. Semua unsur yang merupakan unsure pada pasal 378 KUHP
b. Unsur-unsur khusus, yaitu:
1. benda objek bukan ternak;
2. nilainya tidak lebih dari Rp. 250, 00-
Selain penipuan ringan yang terdapat menurut pasal 379 di atas, juga terdapat pada pasal 384 dengan dinamakan (bedrog) penipuan ringan tentang perbuatan curang oleh seorang penjual terhadap pembeli adalah dengan rumusan:
Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383 dikenai pidana paling lama 3 bulan dan denda paling banyak Rp. 900,00- jika jumlah keuntungan tidak lebih dari Rp. 250.00.

3. Penipuan dalam Jual Beli.
Penipuan dalam hal jual beli digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu; penipuan yang dilakukan oleh pembeli yang diatur dalam pasal 379a dan kejahatan yang dilakukan oleh penjual yang diatur dalam pasal 383 dan 386.

a. Penipuan yang dilakukan oleh pembeli.
Menurut pasal 379a yang berbunyi:
Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya dengan tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan kekuasaanya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Dalam bahasa asing kejahatan ini dinamakan flessentrekkerij. Dan baru dimuat dalam KUHP pada tahun 1930. Kejahatan ini biasanya banyak terjadi di kota-kota besar, yaitu orang yang biasanya membeli secara bon barang-barang untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas. Model yang dilakukan biasanya dengan mencicil atau kredit. Dengan barang yang sudah diserahkan apabila pembeli tidak membayarnya lunas, sehingga merugikan penjual. Dalam hukum perdata hal ini disebut wan prestasi. Akan tetapi, apabila sudah dijadikan mata pencaharian atau kebiasaan seperti maksud semula tidak ingin membayar lunas, maka disebut tindak pidana.
Unsur-unsur kejahatan pembeli menurut pasal 379a yaitu:
a. Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan membeli;
2. Benda-benda yang dibeli;
3. Dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.
b. Unsur-unsur Subjektif:
1. Dengan maksud menguasai benda tersebut untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
2. Tidak membayar lunas harganya.
Agar pembeli tersebut bisa menjadikan barang-barang tersebut sebagai mata pencaharian maka setidaknya harus terdiri dari dua perbuatan dan tidaklah cukup apabila terdiri dari satu perbuatan saja. Akan tetapi, hal ini tidak muthlak harus terdiri dari dari beberapa perbuatan.

b. Penipuan yang dilakukan oleh penjual.
Adapun bunyi pasal 383 adalah:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
1. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
2. mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat.


Yang dimaksud dari menyerahkan barang lain daripada yang disetujui misalnya; seseorang membeli sebuah kambing sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi, penjual mengirimkan kambing tersebut dengan kambing yang lebih jelek. Sedangkan yang dimaksud dari pasal 383 (2) yaitu: melakukan tipu muslihat mengenai jenis benda, keadaan benda atau jumlah benda. Dan apabila keuntungan yang diperoleh oleh penjual tidak lebih dari Rp. 250,00. Maka penipuan tersebut masuk pada penipuan ringan.

c. Penipuan yang dilakukan oleh penjual kedua.
Hal ini disebutkan dalam pasal 386 yang merumuskan sebagai berikut:
1. barang siapa menjual, menyerahkan, atau menawarkan barang makanan, minuman atau obat-obatan, yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. bahan makanan, minuman atau obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau faidahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan bahan lain.


Adapun yang ditekankan dalam pasal ini adalah apabila setelah dicampurnya barang makanan, minuman, atau obat-obatan tersebut berkurang nilai atau faidahnya, atau bahkan nilai atau faidah barang tersebut hilang sama sekali, maka kasus ini termasuk dalam kasus pidana dan termasuk pemalsuan barang. Oleh karena itu, tidak menjadi kasus pidana apabila setelah dicampur tidak berkurang atau hilang nilai dan faidahnya, maka tidak melanggar pasal ini.

Unsur-unsur dari kejahatan penipuan ini adalah:
a. Unsur-unsur objektif:
1. perbuatan: menjual, menawarkan, dan menyerahkan.
2. objeknya : benda makanan, benda minuman dan benda obat-obatan
3. benda-benda itu dipalsu.
4. menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu.
b. Unsur-unsur subjektif:
Penjual yang mencampur tersebut mengetahui bahwa benda-benda itu dipalsunya. Dalam hal ini penjual tidak dikenai hukuman apabila ia mengutarakan bahwa benda yang dipalsukan tersebut diberitahukan terhadap pembeli dan pembeli membeli barang tersebut berdasarkan kemauannya.

Adapun perbedaan antara pasal 383 dan 386 adalah:
1. kejahatan dalam pasal 386 adalah khusus hanya mengenai barang berupa: bahan makanan dan minuman atau obat-obatan, sedang dalam pasal 383 mengenai semua barang.
2. pasal 386 mengatakan tentang “menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang (belum sampai menyerahkan barang itu sudah dapat dihukum), sedangkan pasal 383 mengatakan “menyerahkan”, (supaya dapat dihukum barang itu harus sudah diserahkan).
Selain itu, juga melanggar pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang salah satu poinnya berbunyi: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.”
Juga melanggar pasal 11 Undang-Undang yang sama, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:
menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

4. Penipuan dalam Karya Ilmiah dan Lain-Lain
Tindak pidana membubuhkan nama atau tanda palsu pada karya-karya di bidang sastra, di bidang ilmu pengetahuan dan di bidang seni telah diatur dalam pasal 380 KUHP, yang menyatakan:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah: (1) barang siapa menaruh nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam sebuah kesusastraan, keilmuan, kesenian, atau memalsukan nama atau tanda yang asli dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa karya tersebut berasal dari orang yang nama atau tandanya ditaruh di atas atau di dalam karya tersebut, (2) barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia karya-karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan yang di dalam atau di atasnya dibubuhi nama atau tanda palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsu seakan-akan itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.
2. Jika karya tersebut kepunyaan terpidana, hakim dapat menyatakan karya itu disita untuk kepentingan Negara.

Tidak pidana yang diatur dalam pasal 380 ayat (1) angka 1 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur Subyektif: dengan maksud untuk menimbulkan kesan seolah-olah karya tersebut berasal dari orang, yang nama atau tandanya telah ia bubuhkan pada atau di dalam karya tersebut.
b. Unsur Obyektif: (1) barang siapa (2) membubuhkan secara palsu suatu nama atau tanda (3) memalsukan nama yang sebenarnya atau tanda yang asli (4) pada suatu karya sastra, ilmiah, seni atau kerajianan.
Selain itu, juga melanggar ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi: “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan”.

5. Penipuan dalam Asuransi
Penipuan dalam Asuransi dibahas dalam dua pasal, yaitu pasal 381 dan 382 KUHP. Yang pertama dalam pasal 381 KUHP merumuskan sebagai berikut :
Barang siapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, sehingga disetujui perjanjian, hal mana tentu tidak akan disetujuinya atau setidak-tidaknya tidak dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahuinya keadaan-keadaan sebenarnya diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan.
Rumusan kejahatan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
a. perbuatan menyesatkan, adalah perbuatan yang ditujukan pada orang, dalam hal ini penanggung dari perbuatan mana menimbulkan pesan atau gambaran yang lain dari keadaan yang sebenaranya.
b. caranya dengan tipu muslihat,
c. pada penggung asuransi,
d. mengenai keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan itu,
e. sehingga menyetujui perjanjian,
f. perjanjian mana : (a) tidak akan dibuat, dan atau (b) setidak-tidaknya tidak dengan syarat yang demikian, apabila keadaan yang sebenarnya diketahui.
Adapun yang kedua tentang penipuan ini diatur dalam pasal 382, yang menyatakan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang diprtanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

Unsur-unsur dari pasal 382 adalah sebagai berikuit:
a. Unsur obyektif:
1. Perbuatan: (a) menimbulkan kebakaran (b) ledakan (c) mengaramkan (d) mendamparkan (e) menghancurkan (f) merusakkan (membikin tidak dapat dipakai)
2. Menimbulkan kerugian pagi penanggung atau pemegang surat bodemerij
3. Obyeknya: (a) benda yang dipertanggngkan terhadap bahaya kebakaran (b) kapal yang dipertanggungkan, kapal yang muatannya dipertanggungkan, kapal yang upah untuk pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan.
4. Kapal-kapal tersebut yang atasnya telah diterima uang bodemerij
b. Unsur subyektif:
1. maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
2. dengan melawan hukum

6. Penipuan Persaingan Curang
Bentuk penipuan ini diatur dalam apasal 382 bis , yang menyatakan:
Diancam denagan maksium hukuman penjara satu tahun empat bulan atau denda sebesar Rp 900,- barang siapa dengan maksud menetapkan, memelihara, atau menambah hasil perdagangan atau perusahaannya sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan yang bersifat menipu untuk memperdayakan khalayak ramai tau seorang tertentu, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian pada lawannya bersaing atau lawan bersaing dari orang lain itu.

Unsur-unsur kejahatan tersebut adalah:
1. Unsur objektif
a. perbutan berupa perbuatan curang
b. yang ditujukan untuk menyesatkan khalayak umum atau orng tertentu
c. perbuatan itu dpat mnimbulkan kerugian bagi saingan-saingannya atau saingan orang lain
2. Unsur subjektif
a. untuk mendapatkan atau
b. melangsungkan, atau
c. memperluas hasil perdagangan atau perusahan milik sendiri atau milik orang lain

7. Stellionaat
Tindak pidana stellionaat atau dapat disebut penipuan dalam hal yang berhubungan dengan hak atas tanah dirumuskan dalam pasal 385 yang rumusannya adalah sebagai berikut:
1. barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukar, atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah Indonesia, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan d iatas tanah dengan hak tanah atas Indonesia padahal diketahui bahwa yang mempunyai hak di atasnya adalah orang lain.
2. barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukar, atau membebani dengan kredit verband suatu hak tanah Indonesia yang telah dibebani kredit verband, atau suatu gudang bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak lain.
3. barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan kredit verband mengenai suatu hak tanah Indonesia dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang behubungan dengan hak tadi sudah digadaikan
4. barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak Indonesia padahal diketahui bahwa orang lain mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu.
5. barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah digadaikan padahal tidak diberitahukan pada pihak lain bahwa tanah itu telah digadaikan.
6. barang siapa degan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga.

Dari setiap rumusan mempunyai unsur masing-masing. Unsur-unsur tersebut adalah:
1. Unsur obyektif
a) perbuatan: menjual, menukarkan membebani dengan kredit verbnd, menggadaikan, menyewakan,
b) obyeknya : hak atas tanah Indonesia, gedung, banguan, penanaman atau pembenihan diatas tanah dengan hak Indonesia.
2. unsur subjektif
a) maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
b) dengan melawan hukum
c) yang diketahui bahwa yang mempunyai atau yang turut mempunyai hak diatasnya adalah orang lain

8. Penipuan dalam Pemborongan
Jenis pidana ini biasanya dilakukan oleh seorang pemborong bangunan. Biasanya, pelaku menggunakan modus mengurangi berbagai campuran bahan bangunan dari yang semestinya, menggunakan bahan-bahan bekas atau yang berkualitas rendah yang tidak sesuai dengan perjanjian. Adapun motif dari penipuan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tindak pidana jenis ini diatur dalam pasal 387 KUHP, yang menyatakan:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan suatu perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaaan perang.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan curang.

Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 387 KUHP tersebut adalah:
a. Pasal 387 KUHP ayat (1):
1. Seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan,
2. Pada waktu membuat bangunan
3. Pada waktu menyerahkan bahan bangunan
4. Yang dapat berakibat: (a) menimbulkan bahaya bagi keselamatan manusia atau barang, (b) menimbulkan bahaya bagi negara pada waktu perang.
b. Pasal 387 ayat (2):
1. Seorang yang diberi tugas penyerahan barang
2. Membiarkan perbuatan curang dilakukan
3. Dengan sengaja

9. Penipuan Terhadap Batas Pekarangan
Adapun yang dimaksud dengan batas halaman/pekarangan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai batas pekarangan. Batas itu diantaranya bisa berupa tembok, kawat berduri, tanggul, dan sebagainya yang berfungsi membatasi antar pekarangan milik orang lain.
Bentuk penipuan ini diatur dalam pasal 389 KUHP, yang menyatakan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menghancurkan, memindahkan, membuang, atau membikin tak dapat dipakainya sesuatu yang digunakan untuk menentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Adapun rumusan tindak pidana tersebut adalah:
1. Unsur Subyektif
a. Perbuatan: (1) menghancurkan, (2) memindahkan, (3) membuang, (4) membuat hingga tak dapat dipakai
b. Obyeknya: sesuatu yang digunakan sebagai tanda batas pekarangan
2. Unsur Subyektif:
a. Maksud menguntungkan: (1) diri sendiri, (2) orang lain
b. Dengan melawan hukum
Perlu dijadikan suatu cacatan bahwa sejak adanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), ketentuan-ketentuan tentang tanah yang diatur dalam KUHP dihapuskan dan tidak berlaku lagi.

10. Penyiaran Kabar Bohong
Yang dimaksud penyiaran kabar bohong di sini adalah perbuatan menyiarkan kabar bohong yang dimaksudkan oleh pelakunya untuk mempengaruhi berbagai harga barang di pasaran supaya naik turun.
Hal ini diatur dalam pasal 392 KUHP, yang menyatakan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hokum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana tau surat-surat berharga menjdi turun atau naik, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Obyektif
a. menyiarkan berita bohong, dan
b. menaikkan atau menurunkan harga barang di pasaran
2. Unsur Subyektif
a. Dengan maksud: menguntungkan diri sendiri atau orang lain
b. Dengan melawan hukum

11. Penipuan dengan Memberikan Gambaran Tidak Benar Tentang Surat Berharga
Tindak pidana dilakukan dengan modus tidak memberikan gambaran yang senyatanya yang sengaja dilakukan untuk menarik orang lain agar tertarik untuk ikut serta dalam usaha tersebut.
Tindak pidana ini diatur dalam pasal 391 KUHP yang menyatakan :
Barang siapa menerima kewajiban untuk, atau memberi pertolongan padapenempatan surat atau hutangsesuatu Negara atau bagiannya, atau suatu lembaga umum, sero atau surat hutang sesuatu perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba menggerakan khalayak umum untuk pendaftarannya atau penyertaannya, dengan sengaja menyembunyikan atau mengurangkam keadaan yang sebenarnya, atau dengan membayang-bayangkan keadaan yang palsu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

Dalam pidana ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut :
a. Unsur-unsur obyektif :
a. seorang yang diberikan kewajiban untuk menempatkan atau memberikan bantuan dalam penempatan :
1. Surat-surat hutang atas nama negara atau bagian dari negara atau suatu lembaga pemerintahan
2. Saham-saham atau surat hutang atas nama suatu perkumpulan atau yayasan atau bentuk kerja sama.
b. Mencoba menggerakkan publik untuk:
1. Mendaftarkan diri atau turut serta
2. Dengan mendiamkan atau mengurangi keadaan sebenarnya
3. Dengan memberikan gambaran-gambaran perbuatan-perbuatan yang palsu
b. Unsur Subyektif: Dengan sengaja

12. Penipuan dengan Penyusunan Neraca Palsu
Bentuk pidana ini diatur dalam pasal 392 KUHP, yang menyatakan:
Seorang pengusah, seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang sengaja mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

Adapun apabila diperinci, maka pasal di atas akan mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur-unsur Obyektif
a. Petindaknya:
1. seorang pengusaha
2. seorang pengurus
3. komisaris dari: (a) PT (b) Maskapai Andil Indonesia (c) Koperasi
b. Perbuatannya: mengumumkan
c. Obyeknya: keadaan atau neraca yang tidak benar
b. Unsur-unsur subyektif: dengan sengaja

Demikian pembahasan mengenai bentuk-bentuk penipuan. Akan tetapi, masih ada beberapa bentuk yang tidak dicantumkan, misal: Penipuan terhadap penyerahan barang untuk keperluan militer, penipuan dengan nama perdagangan atau merk orang lain, dll. Karena menurut hemat penulis bentuk-bentuk penipuan tersebut tidak lagi dipandang dari perspektif KUHP, melainkan dari UU yang lebih khusus mengatur tentang bentuk-bentuk tindak pidana tersebut.

Analisis Kasus
25/03/2008 08:30 Kasus Penipuan
Penipuan Kupon Berhadiah Memakan Korban
Liputan6.com, Depok: Christine, warga Cisalak, Depok, Jawa Barat tertipu kupon undian berhadiah mobil, baru-baru ini. Ia terpaksa kehilangan uang senilai Rp 7 juta yang masuk ke rekening pelaku. Korban yang melaporkan kejadian ini ke Pos Polisi Cililitan, Jakarta Timur diminta untuk meneruskan laporan ke Kepolisian Sektor Cimanggis. Pasalnya, lokasi kejadian di wilayah hukum Cimanggis.

Penipuan itu bermula saat Christine membeli sabun deterjen dalam bentuk sachet. Dalam kemasan terdapat kupon undian yang menyebutkan korban memenangi sebuah mobil. Korban mengaku telah mengkonfirmasi nomor telepon yang tertera pada kupon. Namun, pelaku dengan cerdik mencatut nama Direktur Lalu Lintas Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah mengesahkan hadiah mobil tersebut.

Kasus serupa juga menimpa warga Sukabumi, Jabar. Diah, istri Ibin harus kehilangan uang Rp 25 juta setelah tertipu undian berhadiah sebuah mobil keluaran terbaru yang diperoleh dari sebungkus deterjen. Mereka langsung melaporkan penipuan ini ke aparat Polsek Cisaat, Sukabumi.
Penipuan berawal saat Diah membeli enam bungkus deterjen di sebuah pasar tradisional di Sukabumi. Dalam salah satu bungkus deterjen, ia menemukan kupon undian berhadian mobil. Setelah mengontak nomor telepon yang tertera dalam kupon, korban diminta menyetorkan uang Rp 25 juta untuk biaya balik nama mobil. Korban kemudian meminjam uang kepada tetangganya dengan jaminan rumah. Namun, usai menyetorkan uang mereka baru sadar telah ditipu. Kasus penipuan itu kini ditangani jajaran Kepolisian Resor Kota Sukabumi.(RMA/TimLiputan6SCTV)

Kalau diperhatikan, dalam kasus di atas terdapat beberapa unsur penting yang mengindikasikan terhadap tindakan pidana penipuan. Baik dari segi unsur objektif maupun unsur subjektif dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pelaku dalam kasus tersebut. Unsur objektif dalam kasus tersebut terlihat jelas dari cara-cara yang digunakan pelaku, yaitu adanya upaya untuk menggerakan korban dalam hal ini dengan mempengaruhi korban atau menanamkan pengaruh agar korban menyerahkan sesuatu, dalam kasus ini uang sebagai biaya untuk balik nama mobil yang merupakan tipu muslihat pelaku saja. Selain itu pelaku juga menggunakan nama palsu. Yaitu dalam kasus di atas pelaku mencatut nama Direktur Lalu Lintas Kepolisan Daerah Metro Jaya Djoko Susilo yang seolah-olah mengesahkan hadiah mobil tersebut. Hal ini dilakukan pelaku untuk mempengaruhi Christine yang merupakan korban dalam kasus tersebut.

Sedangkan unsur subjektif yang mengindikasikan tindakan pidana penipuan yang terdapat dalam kasus diatas yaitu adanya kesengajaan pelaku untuk menguntungkan diri sendiri yang merupakan maksud si pelaku dari perbuatan menggerakan korban dengan perbuatan melawan hukum. Dalam hal ini tentunya sebelum melakukan atau ketika memulai perbuatan menggerakan si pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri dengan melakukan perbuatan seperti ini adalah melawan hukum. Yang merupakan perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan tidak dikehendaki oleh masyarakat.

Dari unsur-unsur yang terkandung dalam kasus di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa kasus tersebut termasuk tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang diatur dalam KUHP pasal 378 yang mana akibat hukumnya adalah yang diancam dangan hukuman penjara paling lama empat tahun.

di kutip dari
http://makalah-hukum-pidana.blogspot.com/2011/04/tindak-pidana-penipuan.html

tindak pidana penipuan,hukum tindak pidana penipuan, waspada penipuan, penipuan online, undian berhadiah,hadiah penipuan,undian penipuan,penipu kakap,penipu goblok,

Demikian uraian tentang hukum tindak pidana penipuan dan bentuk-bentuknya,
Semoga bermanfaat

Jumat, 18 Januari 2019

Hukum Pencurian dan Kekerasan Pasal 365 Ayat (1) KUHP

Hukum Pencurian dan Kekerasan

hukum pencurian dan kekerasan, pencurian dan kekerasan, jasa advokat,bantuan hukum,LBH,lawyer, pengacara profesional,pasal 365 KUHP,

Hukum pencurian dan kekerasan di atur dalam pasal 365 ayat (10 KUHP
Sedangkan kekerasan diatur dalam pasal 170 ayat (1) KUHP, ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun penjara. Selengkapnya pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

Pencurian dan kekerasan merupakan tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Keduanya memiliki ancaman hukuman yang berbeda.

Tindak pidana pencurian diatur pada Pasal 362 KUHP, yang ancamannya maksimal 5 (lima) tahun penjara. Selengkapnya pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah."

Sedangkan kekerasan diatur dalam pasal 170 ayat (1) KUHP, ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun penjara. Selengkapnya pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

"Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan."

Namun, ada banyak perkara pencurian yang dalam perbuatannya tersebut disertai dengan kekerasan. Hal ini juga telah diatur dalam KUHP. Tindak pidana ini biasa dinamanakan sebagai pencurian dengan pemberatan, yakni kekerasan. Ancaman hukumannya maksimal 9 (sembilan) tahun.

Selengkapnya diatur dalam Pasal 365 ayat (1) KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

"(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri."

demikian uraian singkat hukum pencurian dan kekerasan, semoga bermanfaat

hukum pencurian dan kekerasan, pasal 365 KUHP, pencurian, kekerasan,jasa advokat,bantuan hukum,LBH,hade,lawyer,konsultasi hukum, HIR

Rabu, 16 Januari 2019

UU ITE No.11 Tahun 2008

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
uu ite, undang undang informasi elektronik,undang undang informasi, UU ITE

Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce dan UNCITRAL Model Law on eSignature. 

Bagian ini dimaksudkan untuk mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi elektronik. Beberapa materi yang diatur, antara lain: 
1. pengakuan informasi/dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 & Pasal 6 UU ITE); 
2. tanda tangan elektronik (Pasal 11 & Pasal 12 UU ITE); 
3. penyelenggaraan sertifikasi elektronik (certification authority, Pasal 13 & Pasal 14 UU ITE); dan 
4. penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 15 & Pasal 16 UU ITE)

Beberapa materi perbuatan yang dilarang (cybercrimes) yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UU ITE, antara lain: 
1. konten ilegal, yang terdiri dari, antara lain: kesusilaan, perjudian, penghinaan/pencemaran nama baik, pengancaman dan pemerasan (Pasal 27, Pasal 28, dan Pasal 29 UU ITE); 
2. akses ilegal (Pasal 30); 
3. intersepsi ilegal (Pasal 31); 
4. gangguan terhadap data (data interference, Pasal 32 UU ITE); 
5. gangguan terhadap sistem (system interference, Pasal 33 UU ITE); 
6. penyalahgunaan alat dan perangkat (misuse of device, Pasal 34 UU ITE)UNDANG


Berikut Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik selengkapnya

uu ite,Undang-undang Informasi Transaksi Elektronik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.bahwa pembangunan   nasional   adalah   suatu   proses   yang   berkelanjutan   yang   harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b.bahwa globalisasi   informasi   telah   menempatkan   Indonesia sebagai   bagian   dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan   Informasi dan   Transaksi Elektronik   di   tingkat   nasional   sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebarke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c.bahwa perkembangan   dan   kemajuan   Teknologi   Informasi   yang   demikian   pesat   telahme
nyebabkan   perubahan   kegiatan   kehidupan   manusia dalam   berbagai   bidang   yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
d.bahwa penggunaan   dan   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   harus   terus   dikembangkanuntuk   menjaga,   memelihara,   dan   memperkukuh   persatuan   dan   kesatuan nasionalberdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
e.bahwa pemanfaatan   Teknologi   Informasi   berperan   penting   dalam   perdagangan   danpertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f.bahwa pemerintah   perlu mendukung   pengembangan   Teknologi   Informasi   melaluiinfrastruktu
r   hukum   dan   pengaturannya   sehingga   pemanfaatan   Teknologi   Informasi dilakukan   secara  aman   untuk   mencegah   penyalahgunaannya   dengan   memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,huruf  d,huruf  e,  dan huruf  f,  perlu  membentuk  Undang-Undang  tentang Informasi  danTra
nsaksi Elektronik;

Mengingat:Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945; 
 Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 
dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Unang ini yang dimaksud dengan:
1.Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,telecopy atau sejenisnya, huruf,tanda,angka,Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.Transaksi Elektronik   adalah   perbuatan   hukum   yang   dilakukan   dengan   menggunakanKomputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3.Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
4.Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,diterima,   atau   disimpan   dalam   bentuk   analog,   digital,   elektromagnetik,  optikal,  atau sejenisnya,   yang   dapat   dilihat,   ditampilkan,   dan/atau   didengar   melalui   Komputer atauSistem   Elektronik,   termasuk   tetapi   tidak   terbatas   pada   tulisan,   suara,   gambar,   peta,rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasiyang  me
miliki  makna   atau   arti   atau   dapat   dipahami  oleh   orang   yang   mampu memahaminya.
5.Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,   mengumpulkan,   mengolah,   menganalisis,  menyimpan,   menampilkan,mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.Penyelenggaraan   Sistem   Elektronik   adalah   pemanfaatan   Sistem   Elektronik   oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
7.Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yangbersifat tertutup ataupun terbuka.
8.Agen   Elektronik   adalah   perangkat   dari   suatu   Sistem   Elektronik   yang   dibuat   untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatisyang diselenggarakan oleh Orang.
9.Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik   dan   identitas   yang   menunjukkan   status   subjek   hukum   para   pihak   dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihakyang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.Lembaga   Sertifikasi   Keandalan   adalah   lembaga   independen   yang   dibentuk   oleh profesional   yang   diakui,   disahkan,   dan   diawasi   oleh   Pemerintah   dengan  kewenanganmengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
12.Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik  yang dilekatkan,  terasosiasi  atau  terkait  dengan Informasi  Elektronik  lainnya yang  digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan TandaTangan Elektronik.
14.Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yangmelaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16.Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya,yang   merupakan   kunci   untuk   dapat   mengakses   Komputer   dan/atau   Sistem   Elektroniklainnya.
17.Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18.Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau DokumenElektronik.
19.Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau DokumenElektronik dari Pengirim.
20.Nama  Domain   adalah   alamat   internet   penyelenggara   negara,   Orang,   Badan   Usaha,dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.Orang adalah  orang  perseorangan, baik  warga negara Indonesia, warga negara asing,maupunbadan hukum.
22.Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yangberbadanhukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23.Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.Pasal 2Undang-Undang   ini   berlaku  untuk   setiap   Orang   yang   melakukan   perbuatan   hukumsebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesiamaupun   di   luar  wilayah   hukum   Indonesia,   yang   memiliki akibat   hukum   di   wilayah   hukum Indonesiadan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3
Pemanfaatan  Teknologi   Informasi   dan  Transaksi  Elektronik   dilaksanakan  berdasarkan   asaskepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi ataunetral teknologi
.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b.mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; 
d.membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikirandan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimalmungkin dan bertanggung jawab; dan
e.memberikan   rasa  aman,   keadilan,   dan   kepastian   hukum   bagi   pengguna   dan penyelenggaraTeknologi Informasi.2

BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN EL
EKTRONIK

Pasal 5
(1)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakanalat bukti hukum yang sah.
(2)Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   dan/atau   hasil  cetaknyasebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sahsesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3)Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   dinyatakan   sah   apabilamenggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4)Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b.surat   beserta   dokumennya   yang   menurut   Undang-Undang   harus   dibuat   dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6
Dalam   hal   terdapat   ketentuan   lain   selain   yang   diatur   dalam   Pasal   5   ayat   (4)   yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7
Setiap   Orang   yang   menyatakan   hak,   memperkuat   hak   yang   telah   ada,   atau   menolak   hak Orang   lain   berdasarkan   adanya   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   harus memastikan   bahwa  Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   yang   ada  padanyaberasal   dari   Sistem   Elektronik   yang   memenuhi   syarat   berdasarkan   Peraturan   Perundang-undangan.

Pasal 8
(1)Kecuali   diperjanjikan   lain,   waktu  pengiriman   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen   Elektronik   ditentukan   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen Ele
ktronik   telah   dikirim  dengan   alamat   yang   benar   oleh   Pengirim  ke   suatu   Sistem Ele
ktronik   yang   ditunjuk   atau   dipergunakan   Penerima  dan   telah   memasuki   Sistem Elektro
nik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2)Kecuali   diperjanjikan   lain,   waktu  penerimaan   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau
Dokumen   Elektronik   ditentukan   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen Ele
ktronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3)Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerimaInformasi   Elektronik,   penerimaan   terjadi   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atauDokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4)Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a.waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b.waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronikmemasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima
.
Pasal 9
Pelaku   usaha   yang   menawarkan   produk   melalui   Sistem   Elektronik   harus  menyediakaninformasi   yang  lengkap  dan  benar   berkaitan  dengan  syarat   kontrak,   produsen,  dan  produkyang ditawarkan.

Pasal 10
(1)Setiap   pelaku  usaha  yang  menyelenggarakan  Transaksi   Elektronik   dapat   disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2)Ketentuan   mengenai   pembentukan   Lembaga   Sertifikasi   Keandalan   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1)Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selamamemenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.data   pembuatan   Tanda   Tangan   Elektronik   terkait   hanya   kepada   Penanda Tangan;
3
b.data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatangananelektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c.segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d.segala   perubahan   terhadap   Informasi   Elektronik   yang   terkait   dengan   TandaTangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e.terdapat     cara tertentu  yang     dipakai     untuk     mengidentifikasi     siapa Penandatangannya; dan
f.terdapat   cara   tertentu   untuk   menunjukkan   bahwa  Penanda   Tangan   telahmemberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2)Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud padaayat (1)diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnyameliputi:
a.sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b.Penanda   Tangan   harus   menerapkan   prinsip  kehati-hatian   untuk   menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c.Penanda   Tangan   harus   tanpa   menunda-nunda,   menggunakan   cara   yangdianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak   dan   sepatutnya   harus  segera   memberitahukan   kepada   seseorang   yangoleh   Penanda   Tangan   dianggap   memercayai   Tanda   Tangan   Elektronik   atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1.Penanda   Tangan   mengetahui   bahwa  data   pembuatan   Tanda   TanganElektronik telah dibobol; atau
2.keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risikoyang   berarti,  kemungkinan   akibat   bobolnya   data   pembuatan   TandaTangan Elektronik; dan
d.dalam   hal   Sertifikat   Elektronik   digunakan   untuk   mendukung   Tanda   Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi  yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap   Orang   yang   melakukan   pelanggaran   ketentuan   sebagaimana   dimaksud   padaayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK
 DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian
Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal13
(1) Setiap   Orang   berhak   menggunakan   jasa   Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik  untuk pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2)Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronikdengan pemiliknya.
(3)Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.(4)
Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik   Indonesia  berbadan   hukum   Indonesia  danberdomisili di Indonesia.
(5)Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftardi Indonesia.
(6)     Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik   sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampaidengan ayat   (5)   harus   menyediakan  informasi   yang   akurat,   jelas,   dan   pasti   kepada   setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a.metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b.hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda TanganElektronik; dan4
c.hal   yang   dapat   digunakan   untuk   menunjukkan   keberlakuan   dan   keamanan  TandaTangan Elektronik.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal15
(1) Setiap  Penyelenggara Sistem  Elektronik  harus    menyelenggarakan  Sistem  Elektronik secara  andal   dan   aman   serta  bertanggung   jawab   terhadap   beroperasinya   Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan SistemElektroniknya.
(3)Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   tidak   berlaku   dalam   hal  dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap PenyelenggaraSistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
a.dapat  menampilkan kembali  Informasi  Elektronik  dan/atau Dokumen  Elektroniksecara   utuh  sesuai   dengan   masa   retensi   yang   ditetapkan   dengan   Peraturan Perundang-undangan;
b.dapat   melindungi   ketersediaan,   keutuhan,   keotentikan,   kerahasiaan,   danketeraksesan Informasi   Elektronik   dalam   Penyelenggaraan   Sistem   Elektroniktersebut;
c.dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Sistem Elektronik tersebut;
d.dilengkapi   dengan   prosedur   atau   petunjuk   yang   diumumkan   dengan   bahasa,informasi,  atau   simbol   yang   dapat   dipahami   oleh   pihak   yang   bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e.memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan   lebih   lanjut   tentang   Penyelenggaraan   Sistem   Elektronik   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal
 17
(1) Penyelenggaraan  Transaksi  Elektronik  dapat  dilakukan  dalam   lingkup  publik  ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad   baik   dalam   melakukan   interaksi  dan/atau   pertukaran   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3)Ketentuan  lebih  lanjut   mengenai   penyelenggaraan  Transaksi  Elektronik sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para  pihak   memiliki  kewenangan  untuk   memilih  hukum   yang  berlaku  bagi   Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketayang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),penetapan   kewenangan   pengadilan,   arbitrase,   atau   lembaga   penyelesaian   sengketa alternatif   lainnya yang   berwenang   menangani   sengketa   yang   mungkin  timbul   daritransaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

5
Pasal 20
(1) Kecuali   ditentukan   lain   oleh   para   pihak,   Transaksi  Elektronik   terjadi   pada   saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
(1) Pengirim  atau  Penerima dapat  melakukan  Transaksi  Elektronik  sendiri,  melalui  pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.jika  dilakukan   sendiri,   segala   akibat   hukum   dalam   pelaksanaan   Transaksi Elektro
nik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b.jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaanTransaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)Jika kerugian   Transaksi  Elektronik   disebabkan   gagal   beroperasinya   Agen   Elektronikakibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibathukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4)Jika  kerugian   Transaksi  Elektronik   disebabkan   gagal   beroperasinya   Agen   Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggungjawab penggunajasa layanan.
(5)Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   tidak   berlaku   dalam   hal   dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang   dioperasikannya  yang   memungkinkan   penggunanya  melakukan   perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
 DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23
(1) Setiap   penyelenggara   negara,   Orang,   Badan   Usaha,   dan/atau   masyarakat   berhakmemiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarka npada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena  penggunaan   Nama  Domain   secara   tanpa   hak   oleh   Orang   lain,   berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintahberhak mengambil alih sementarapengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola  Nama Domain   yang  berada  di   luar   wilayah  Indonesia  dan  Nama  Domain yang   diregistrasinya   diakui   keberadaannya   sepanjang   tidak   bertentangan   dengan Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan  lebih   lanjut   mengenai   pengelolaan   Nama  Domain  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25
Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   yang   disusun  menjadi   karya  intelektual,situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak KekayaanIntelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

6
Pasal 26
(1) Kecuali   ditentukan   lain   oleh   Peraturan   Perundang-undangan,   penggunaan   setiap informasi   melalui   media   elektronik   yang   menyangkut   data   pribadi   seseorang   harus dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap   Orang   yang   dilanggar   haknya   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat me
ngajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB
 VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27
(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/ataumentransmisikan   dan/atau   membuat   dapat   diaksesnya   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/atau mentransmisikan   dan/atau   membuat   dapat   diaksesnya   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/ataumentransmisikan   dan/atau   membuat   dapat   diaksesnya   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen   Elektronik   yang   memiliki  muatan   penghinaan   dan/atau   pencemaran   namabaik.
(4) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/ataumentransmisikan   dan/atau   membuat   dapat   diaksesnya   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28
(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   menyebarkan   berita  bohong   dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap  Orang  dengan sengaja  dan  tanpa hak  menyebarkan informasi  yang  ditujukanuntuk   menimbulkan   rasa   kebencian   atau   permusuhan   individu   dan/atau   kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mengirimkan   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen   Elektronik   yang   berisi  ancaman   kekerasan   atau   menakut-nakuti   yang   ditujukansecara pribadi.

Pasal 30
(1)Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   mengakses Komputer dan/atau Sistm Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   mengakses Komputer   dan/atau   Sistem   Elektronik   dengan   cara   apa   pun   dengan   tujuan  untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   mengakses Komputer   dan/atau   Sistem   Elektronik   dengan   cara   apa   pun   dengan   melanggar,menerobos,melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan intersepsi   atau   penyadapan   atas   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukanintersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentumilik  Orang   lain,   baik   yang   tidak   menyebabkan   perubahan   apa   pun   maupun   yang  menyebabkan   adanya   perubahan,   penghilangan,   dan/atau   penghentian   Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektrnik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali   intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan   dalam   rangka   penegakan   hukum   atas   permintaan   kepolisian,   kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

7
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun     mengubah,     menambah,     mengurangi,     melakukan     transmisi,   merusak,menghilangkan,   memindahkan,   menyembunyikan   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apapun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap   perbuatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   yang   mengakibatkanterbukanya   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   yang  bersifatrahasia  menjadi   dapat   diakses   oleh   publik   dengan   keutuhan   data   yang   tidak sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tid
ak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34
(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   memproduksi,menjual,   mengadakan   untuk   digunakan,   mengimpor,   mendistribusikan,   menyediakan,atau memiliki:
a.perangkat   keras   atau   perangkat   lunak   Komputer   yang   dirancang   atau   secara khusus   dikembangkan   untuk   memfasilitasi   perbuatan   sebagaimana   dimaksuddalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b.sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan agar   Sistem Elektronik   menjadi   dapat   diakses   dengan   tujuan   memfasilitasiperbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untukmelakukan kegiatan penelitia
n, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap  Orang  dengan sengaja  dan  tanpa hak  atau  melawan hukum  melakukan  manipulasi,penciptaan, perubahan,  penghilangan,  pengrusakan Informasi  Elektronik  dan/atau DokumenElektronik   dengan   tujuan   agar   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   tersebutdianggap seolah-olah data yang otentik.Pasal 36Setiap   Orang   dengan  sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan   perbuatansebagaimana   dimaksud   dalam  Pasal   27   sampai   dengan   Pasal   34   yang   mengakibatkankerugian bagi Orang lain.

Pasal 37
Setiap   Orang  dengan   sengaja  melakukan   perbuatan  yang  dilarang   sebagaimana   dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38
(1) Setiap   Orang   dapat   mengajukan   gugatan   terhadap   pihak   yang  menyelenggarakan Sistem   Elektronik   dan/atau   menggunakan   Teknologi   Informasi   yang   menimbulkan kerugian.
(2) Masyarakat   dapat   mengajukan   gugatan   secara   perwakilan   terhadap   pihak   yang me
nyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yangberakibat   merugikan   masyarakat,   sesuai   dengan   ketentuan   Peraturan   Perundang-undangan.

Pasal 39
(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihakdapat me
nyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketaalternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

8
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40
(1) Pemerintah   memfasilitasi   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   dan   Transaksi Elektroniksesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan   Informasi   Elktronik   dan   Transaksi  Elektronik   yang   mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3)Pemerintah menetapkan instansi atau  institusi yang memiliki  data  elektronik strategisyang wajibdilindungi.
(4)Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat DokumenElktronik   dan   rekam   cadang  elektroniknya  serta   menghubungkannya   ke  pusat   data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik danrekam  cadang   elektroniknya  sesuai   dengan   keperluan   perlindungan   data   yangdimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41
(1)Masyarakat   dapat   berperan   meningkatkan   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   melalui penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuaidengan ketentuan Undang-Undang ini.(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melaluilembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi danmediasi.

BAB X
PENYIDIKAN

Pasal 42
Penyidikan   terhadap   tindak   pidana   sebagaimna   dimaksud   dalam   Undang-Undang   ini,dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidiksebagaimana   dimaksud   dalam   Undang-Undang   tentang   Hukum   Acara   Pidana   untuk melakukan   penyidikan   tindak   pidana  di   bidang   Teknologi   Informasi   dan   TransaksiElektronik.
(2) Penyidikan   di   bidang   Teknologi   Informasi   dan   Transaksi  Elektronik   sebagaiman adimaksud   pada   ayat   (1)   dilakukan   dengan   memperhatikan   perlindungan   terhadap privasi,   kerahasiaan,   kelancaran   layanan   publik,  integritas   data,   atau   keutuhan   data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan   dan/atau   penyitaan   terhadap   sistem   elektronik   yang   terkait   dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4) Dalam   melakukan   penggeledahan   dan/atau   penyitaan   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidanaberdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b.memanggil   setiap   Orang   atau   pihak   lainnya   untuk   didengar   dan/atau   diperiksa
sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana dibidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c.melakukan   pemeriksaan   atas   kebenaran   laporan   atau   keterangan   berkenaan dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d.melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e.melakukan   pemeriksaan   terhadap   alat   dan/atau   sarana   yang   berkaitan   dengankegiatan  Teknologi   Informasi   yang   diduga   digunakan   untuk   melakukan   tindakpidana berdasarkanUndang-Undang ini;

9
f. melakukan   penggeledahan   terhadap   tempat   tertentu   yang   diduga   digunakan sebagai   tempat   untuk   melakukan  tindak   pidana   berdasarkan  ketentuan   Undang-Undang ini;
g.melakukan   penyegelan   dan   penyitaan   terhadap   alat   dan   atau   sarana   kegiatan Teknologi  Informasi   yang   diduga   digunakan   secara   menyimpang   dari   ketentuanPeraturan Perundangundangan;
h.meminta   bantuan  ahli   yang  diperlukan  dalam   penyidikan  terhadap  tindak   pidana berdasarkan Undang-Undang ini; dan/ataui.mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umumwajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali duapuluh empat jam.
(7) Penyidik   Pegawai   Negeri   Sipil   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   berkoordinasi
dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya penyidikandan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi danalat bukti.

Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuanUndang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b.alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau   ayat   (2)   dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam)   tahun  dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidanadengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00(dua miliar rupiah).

Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)dipidana dengan  pidana  penjara  paling  lama  6  (enam)   tahun  dan/atau  denda  palingbanyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana  dengan   pidana   penjara   paling   lama 7   (tujuh)   tahun   dan/atau   denda   palingbanyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp800.000.000,00(delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat(2) dipidana dengan pidana   penjara paling lama10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).10
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana   penjara   paling   lama 10   (sepuluh)   tahun   dan/atau   denda   paling   banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan   pidana   penjara   paling   lama  10   (sepuluh)   tahun   dan/atau   denda   paling  banyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkutkesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga daripidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37ditujukan  terhadap   Komputer   dan/atau   Sistem   Elektronik   serta  Informasi   Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layananpublik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37ditujukan   terhadap   Komputer   dan/atau   Sistem   Elektronik   serta  Informasi   Elektronikdan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional,otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidanapokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53
Pada   saat   berlakunya   Undang-Undang   ini,   semua   Peraturan   Perundang-undangan   dan kelembagaan   yang   berhubungan   dengan   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   yang   tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54
(1)Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2)Peraturan   Pemerintah   harus   sudah   ditetapkan   paling   lama  2   (dua)   tahun   setelah diundangkannya Undang-Undang ini.

11
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                         ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,
                               ttd
                   ANDI MATTALATA