Jumat, 01 Februari 2019

Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan

penadahan pasal 480 KUHP, penadahan,pasal 480, penadahan berencana, sekongkol,pencurian
Penjelasan-Penjelasan Pasal 480 KUHP Tentang Penadahan

Dalam Pasal 480 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) disebutkan:
”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus rupiah:

Ke-1.
Karena bersalah menadah, barangsiapa membeli, menyewa, menukari, menerima gadai,  menerima sebagai hadiah  atau karena mau mendapat untung, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu barang yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya, bahwa barang itu diperoleh karena kejahatan;

Ke-II.
Barangsiapa mengambil untung dari hasil sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut dapat disangkanya bahwa barang-barang itu diperoleh karena kejahatan”;

Penjelasan :
1. Yang dinamakan “sekongkol” atau biasa disebut pula “tadah”, dalam bahasa asing “heling”, itu sebenarnya hanya perbuatan yang sebutkan pada sub 1 dari pasal ini.

2. Pebuatan yang tersebut pada sub 1 dibagi atas dua bagian ialah :
a. Membeli, menyewa dsb (tidak perlu dengan maksud hendak mendapat untung) barang yang diketahuinya atau patut diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan : Misalnya A membeli sebuah arloji dari B yang diketahuinya, bahwa barang itu asal dari curian. Disini tidak perlu dibuktikan, bahwa A dengan membeli arloji itu hendak mencari untung ;
b. Menjual, menukarkan, mengadaikan, dsb. Dengan maksud hendak mendapat untung barang yang diketahuinya atau patut diketauinya atau patut disangkanya diperoleh karena kejahatan ; Misalnya A yang mengetahui, bahwa arloji asal dari curian, disuruh oleh B (Pemegang arlorji itu) menggadaikan arloji itu ke rumah gadai dengan menerima upah.
Selain dari pada itu dihukum pula menurut pasal ini (sub 2) ialah : orang yang mengambil keuntungan dari hasil suatu barang yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh dari hasil kejahatan. Sebenarnya yang tersebut dalam sub 2 ini bukan “sekongkol”
“hasil” barang asal dari kejahatan = misalnya A mencuri arloji, kemudian dijual laku Rp.150, : Arloji adalah barang asal dari kejahatan.

3. Elemen penting dari pasal ini ialah :
Terdakwa harus mengetahui atau patut diketahui atau patut menyangka, bahwa barang itu asal dari kejahatan = disini terdakwa tidak perlu tahu dengan pasti asal barang itu dari kejahatan apa (pencurian, penggelapan, penipuan, pemerasaan, uang palsu, atau lain2) akan tetapi sudah cukup apa bila ia patut dapat menyangka (mengira, mencurigai), bahwa barang itu barang “gelap” bukan barang “terang”. Untuk membuktikan elemen ini memang sukar, akan tetapi dalam prakteknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan dibawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi yang menurut ukuran ditempat itu memang mencurigakan.

4. “Barang asal dari kejahatan” = misalnya asal dari pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, sekongkol dll. Asal dari pelanggaran, tidak masuk disini. Barang asal dari kejahatan itu dapat dibagi atas dua macam yang sifatnya amat berlainan, ialah :
a. Barang yang didapat dari kejahatan, misalnya barang2 hasil pencurian, penggelapan, penipuan atau pemerasaan. Barang2 ini keadaanya adalah sama aja dengan barang-barang lain yang bukan asal kejahatan tersebut. Dapat diketahuinya, bahwa barang-barang itu asal dari kejahatan atau bukan, dilihat dari hasil penyelidikan tentang asal mula dan caranya berpindah tangan, dan
b. Barang yang terjadi karena telah dilakukan suatu kejahatan, misalnya mata uang palsu, uang kertas palsu, diploma palsu, dll. Barang2 ini rupa dan keadaannya berlainan dengan barang2 tersebut yang tidak palsu.

Sekarang sifat barang pada sub a adalah berlainan dengan sifat barang tersebut pada sub b.
Sifat “asal dari kejahatan” yang melekat pada barang tersebutpada sub a adalah tidak kekal (tidak selama-lamanya), artinya apabila barang tersebut telah diterima oleh orang secara beritikad baik (ter goedertrouw), maka sifatnya “asal dari kejahatan” itu menjadi hilang, dan jika sejak waktu itu barang tersebut dibeli dsb, meskipun yang membeli dsb. Itu mengetahui benar2, bahwa asal barang tersebut dari kejahatan, namun si pembeli tidak dapat dihukum karena sekongkol, sebab elemen “asal dari kejahatan” tidak ada :

Misalnya A mencuri sebuah arloji, kemudian digadaikannya dirumah gadai sampai lewat waktunya tidak ditebus (diambil), sehingga barang itu menjadi bur (gugur, daluawarsa) dan seperti biasanya terus dijual lelang oleh pengurus rumah gadai tersebut. Dalam lelangan itu arloji dibeli oleh B, teman si A, yang mengetahui benar2 tentang asal-asul barang itu. Disini B sebenarnya telah membeli barang yang diketahui asal dari kejahatan, akan tetapi tidak dikenakan pasal 480, oleh karena sebab telah diterimanya oleh rumah gadai dengan itikad baik itu, maka sifat “asal dari kejahatan” dari arloji tersebut sudah menjadi hilang.

Sebaliknya dari barang yang tersebut sub a, maka sifat “asal dari kejahatan” yang melekat dari barang2 yang tersebut pada sub itu adalah kekal (tetap untuk selama-lamanya), artinya barang2 itu bagaimana pun juga keadaanya, senantiasa tetap dan terus menerus dipandang, sebagai barang asaldari kejahatan dan apabila diketahui asal-usulnya tidak bisa dibeli, disimpan, diterima, sebagai hadiah dsb. Tanpa kena hukuman, misalnya orang menerima uang palsu sebagai hadiah, bila ia mengetahui tentang kepalsuan uang itu, senantiasa dapat dihukum. Uang palsu, diploma palsu dsb. Senantiasa wajib diserahkan pada polisi untuk diusut atau kemudian dirusak untuk menjaga jangan sampai dipergunakan orang.

5.     Dicatat disini, bahwa pasal 367 tidak berlaku bagi sekongkol, sehingga sekongkol tidak pernah menjadi delik aduan. Ini berakibat, bahwa bila A mencuri barang milik bapanya dan barang itu ditadah (sekongkol) oleh B (saudara A), maka berdasar pasal 367 bapak itu dapat meniadakan tuntutan pidana terhadap A, anaknya yang mencuri itu, akan tetapi tidak  demikian halnya terhadap B, anaknya yang berbuat sekongkol.

*) Sumber R. SOESILO

 
Tips-Tips Supaya Tidak Terjerat Kasus Penadahan 480 KUHP

Untuk menghindari pasal 480 KUHP tentang Penadahan yakni :
1. Selalu mengetahui asal-usul, sejarah kepemilikan barang tersebut atau penjual dapat dipercayai untuk menjual barang tersebut.
2. Hindarin membeli barang atau curigai barang-barang yang dibawah harga normal atau rata-rata harga pasaran.

Semoga artikel tentang pasal 480 KUHP tentang penadahan ini  Bermanfaat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar